Berita

Eco City Rempang: Ketika Hutan Menjadi Perdebatan

×

Eco City Rempang: Ketika Hutan Menjadi Perdebatan

Sebarkan artikel ini

Jakarta – Eco City Rempang telah mencuri perhatian publik Indonesia dalam beberapa hari terakhir. Minimnya pemahaman tentang fakta-fakta yang belum terungkap memicu penyebaran hoaks dan berita palsu yang berbau SARA. Namun, Menteri ATR/Kepala BPN, Hadi Tjahjanto, telah memberikan klarifikasi penting. Dia menjelaskan bahwa sebagian besar dari 17.000 hektar tanah di Pulau Rempang adalah hutan, bukan tanah adat yang memiliki hak atasnya.

Dr. Ir. Tjahjo Arianto S.H., M.Hum., seorang pakar hukum pertanahan, menyatakan bahwa Pulau Rempang adalah bekas hutan yang digarap oleh masyarakat, bukan tanah adat. Meskipun penggarapan ini ilegal, perlu dibedakan dari pemilikan tanah.

Tentang tanah uliyat atau adat, Tjahjo menjelaskan bahwa belum ada dasar hukum yang jelas tentang apa yang membuat pemukiman tanah adat sah di Pulau Rempang. Namun, ia menyebut pentingnya penelitian tentang riwayat tanah, pengakuan masyarakat, dan lembaga adat, Rabu (20/9/2023).

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, menduga tumpang tindih kepemilikan lahan telah menciptakan konflik agraria di Pulau Rempang. Dia menekankan perlunya perbaikan data oleh Kementerian ATR/BPN dan menyoroti kurangnya komunikasi terkait program sertifikat Presiden Joko Widodo.

Selain itu, Agus mencurigai adanya konflik kepentingan di balik masalah agraria ini, khususnya menjelang Pemilu. Kesimpangsiuran kepemilikan tanah dan kurangnya kajian sosial antropologi telah menghambat perkembangan lahan tersebut.

Dengan segala kerumitan dan ketegangan yang terjadi, penyelesaian konflik agraria di Pulau Rempang memerlukan kajian mendalam serta kebijakan yang bijaksana. Warga dan pemerintah perlu bekerja sama untuk menemukan solusi yang adil bagi semua pihak, sambil mempertimbangkan dampak ekologis yang mungkin timbul.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *